Emosi jangan dibiarkan taki terkendali. Emosi adalah bagian dari diri kita.
Hal-hal positif dan negatif datang silih berganti, sehingga menjadikan emosi seseorang tak menentu. Jika Anda merasa emosi kurang stabil saat ini, cobalah lima strategi cara mengontrol emosi berikut, seperti dikutip dari Health.
1. Biarkan Keluar
Mengeluarkan emosi terkadang harus dilakukan karena menyimpan perasaan sedih atau marah dapat menguras energi dan mengganggu pikiran Anda. Memendam emosi yang tidak baik dapat merusak diri sendiri dan hubungan orang lain.
Jika Anda termasuk orang yang sulit mencurahkan perasaan melalui kata-kata, cobalah menuangkannya dengan menulis di buku harian. Anda pun akan merasa lega karena hati Anda sudah tidak disesaki lagi dengan emosi yang mengganjal.
2. Berhitung Hingga Sepuluh
Kekuatan emosi sangatlah besar dan dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Di tempat kerja, pusat perbelanjaan, ketika bersama teman atau ketika makan malam bersama kekasih.
Ketika Anda sedang dalam situasi yang penuh emosi, cobalah berhitung hingga sepuluh sebelum mengatakan sesuatu. Hal itu memungkinkan Anda untuk lebih tenang, mengatasi situasi dan berpikir tentang efek positif dan negatif yang akan terjadi jika Anda bereaksi atau berkomentar lebih lanjut.
3. Bagi Tugas Dalam Porsi Kecil
Terkadang emosi datang karena beban atau tugas yang Anda kerjakan terlalu berat. Jika hal itu pemicunya, cobalah membagi pekerjaan itu dalam porsi kecil. Hilangkan pikiran bahwa Anda mempunyai setumpuk pekerjaan yang tidak mungkin diselesaikan.
Meminta pertolongan rekan kerja juga tidak ada salahnya. Jangan hanya karena ingin dianggap mandiri dan pekerja keras, Anda banting tulang sendirian. Jika memang kemampuan Anda terbatas, berbagi kelemahan adalah cara efektif mencegah depresi.
4. Bicara Pada Diri Sendiri
Emosi tidak bisa ditebak, satu menit Anda merasa baik-baik saja, setelahnya Anda bisa merasa lesu dan tidak bersemangat. Beberapa hal mungkin tidak berjalan seperti apa yang diharapkan dan membuat dunia Anda menjadi 'gelap'. Sebelum masuk terlalu jauh dalam kegelapan itu, bicaralah pada diri sendiri. Tanyakan apa yang dapat dipelajari dari situasi tersebut dan bagaimana Anda dapat membuat hal itu menjadi tantangan untuk lebih maju.
5. Penuhilah Kebutuhan Dasar
Pernahkah Anda merasa terkadang emosi tidak adil? Mereka tiba-tiba datang begitu saja ketika Anda sedang sibuk atau sedang memegang sebuah tanggung jawab. Tapi itulah emosi, tidak bisa disangka-sangka datangnya.
Untuk itu, pastikanuntuk memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu, seperti mengonsumsi makanan bergizi, minum air putih yang banyak, tidur dan istirahat yang cukup serta jangan lupa berolahraga.
Jika Anda sudah memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu, Anda pun bisa merasa lebih tenang dan tidak mudah terbawa emosi karena tubuh kita merupakan satu kesatuan antara fisik dan mental. Jika kebutuhan fisik terpenuhi, emosi pun bisa diatasi.
Paras's
Long Life Education
Selamat datang Readers!
Hi Guys! enjoy my blog.. :)
Jumat, 29 Juni 2012
Kutipan dari KOmpas
Teori Belajar Andragogi dan Penerapannya
OPINI | 23 February 2011 | 05:51Dibaca: 11045 Komentar: 7 6 dari 6 Kompasianer menilai bermanfaat
Oleh: Halim Malik
Pendahuluan
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dirasakannya belajar sebagai suatu kebutuhan yang vital karena semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan yang melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tuntutan hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Dengan demikian belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi sepanjang usia manusia, sejak lahir hingga akhir hayatnya. (Syamsu Mappa, 1994: 1)
Banyak teori mengenai proses pembelajaran didasarkan pada rumusan pendidikan sebagai suatu proses transmisi budaya. Dari teori itu lahirlah istilah pedagogi yang diartikan sebagai suatu ilmu dan seni mengajar anak-anak. Perkembangan selanjutnya, istilah pedagogi tersebut berubah artinya menjadi ilmu dan seni mengajar.
Di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilitas penduduk, perubahan sistem ekonomi, politik dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 41 tahun. Apabila demikian, maka pendidikan sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak lagi dirumuskan sebagai upaya untuk mentransformasian pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai proses penemuan sepanjang hayat terhadap apa yang dibutuhkan untuk diketahui. (Zainudin Arif, 1984:1)
Dalam dua dekade terakhir, di kalangan ahli pendidikan orang dewasa telah berkembang baik di Eropa maupun di Amerika dan Asia suatu teori mengenai cara mengajar orang dewasa. Untuk membedakan dengan “pedagogi”, maka teori tersebut dikenal dengan nama “andragogi”. Istilah “andragogi” sebagai istilah teori filsafat pendidikan telah digunakan sejak tahun 1833 oleh Alexander Kapp bangsa Jerman yang bekerja sebagai guru sekolah grammar, istilah tersebut hilang dalam peredaran zaman. Tahun 1921 istilah tersebut dimunculkan kembali oleh Eugene Rosentock, seorang pengajar di akademik buruh Frankrut.
Sejak 1970-an istilah “andragogi” semakin banyak digunakan oleh pada pendidik orang dewasa di Eropa, Amerika dan Asia. Menjelang akhir abad ke-19 dan memasuki abad ke-20 beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimen tentang teori belajar walaupun pada waktu itu mereka menggunakan binatang sebagai objek eksperimen. Penggunaan binatang sebagai objek eksperimen berdasarkan pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa kesperimen itupun dapat pula berlaku bahkan lebih berhasil pada manusia, oleh karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Di antara ahli psikologi yang menggunakan binatang sebagai objek eksperimen adalah EL Thorndike (1974–1949), terkenal dengan teori belajar “Classical Conditioning” menggunakan anjing sebagai ujicoba. B.F. Skinner (1904), terkenal dengan teori belajar “Operant Conditioning” menggunakan tikus dan burung merpati sebagai ujicoba. Dari teori belajar orang dewasa ini muncul perspektif teori belajar orang dewasa yang biasa disebut dengan “Andragogi Theory of Adult Learning”. Teori andragogi menjelaskan bagaimana belajar orang dewasa dalam pembelajaran. Kedua komponen ini sangat berkaitan erat dengan proses belajar dan pembelajaran. Di antara ahli teori belajar dan pembelajaran orang dewasa ialah Care Rogers (1969), Paulo Freire (1972), Robert M. Gagne (1977), Malcolm Knowles (1980), Jack Mezirow (1981).
Dalam tulisan ini penulis ingin mengupas hal yang dianggap urgen pada teori belajar “andragogi” menyangkut Pengertian Andragogi, Teori Belajar Orang Dewasa dan Tokohnya serta Aplikasinya dalam Kegiatan Belajar dan Pembelajaran.
Pengertian Andragogi
Secara etimologis, andragogi berasal dari bahasa Latin “andros” yang berarti orang dewasa dan “agogos“ yang berarti memimpin atau melayani.
Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults learn). Berbeda dengan pedagogi karena istilah ini dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak (pedagogy is the science and arts of teaching children).
Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil.
Darkenwald dan Meriam (Sudjana, 2005: 62) memandang bahwa seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah melewati masa pendidikan dasar dan telah memasuki usia kerja, yaitu sejak umur 16 tahun. Dengan demikian orang dewasa diartikan sebagai orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Namun kedewasaan seseorang akan bergantung pula pada konteks sosio-kulturalnya. Kedewasaan itupun merupakan suatu gejala yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan untuk menjadi dewasa. Istilah “andogogi” berasal dari “andr” dan “agogos” berarti memimpin, mengamong, atau membimbing.
Dugan Laird (Hendayat S., 2005: 135) mengatakan bahwa andragogi mempelajari bagaimana orang dewasa belajar. Laird yakin bahwa orang dewasa belajar dengan cara yang secara signifikan berbeda dengan cara-cara anak dalam memperoleh tingkah laku baru.
Andragogi adalah suatu model proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik. Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa. untuk itu pendidik hendaknya mampu membantu peserta didik untuk: (a) mendefinisikan kebutuhan belajarnya, (b) merumuskan tujuan belajar, (c) ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajar, dan (d) berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil kegiatan belajar. Dengan demikian setiap pendidik harus melibatkan peserta didik seoptimal mungkin dalam kegiatan pembelajaran.
Prosedur yang perlu ditempuh oleh pendidik sebagaimana dikemukakan Knowles (1986) adalah sebagai berikut: (a) menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar melalui kerjasama dalam merencanakan program pembelajaran, (b) menemukan kebutuhan belajar, (c) merumuskan tujuan dan materi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan belajar, (d) merancang pola belajar dalam sejumlah pengalaman belajar untuk peserta didik, (e) melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan metode, teknik dan sarana belajar yang tepat dan (f) menilai kegiatan belajar serta mendiagnosis kembali kebutuhan belajar untuk kegiatan pembelejaran selanjutnya. Inti teori andragogi adalah teknologi keterlibatan diri (ego) peserta didik. Artinya kunci keberhasilan daam proses pembelajaran peserta didik terletak pada keterlibatan diri mereka dalam proses pembelajaran (Sudjana, 2005: 63).
Teori Belajar Orang Dewasa dan Tokohnya
1. Carl Rogers
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “ Student-Centered Learning” yang intinya yaitu: (1) kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya; (2) Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya; (3) Manusia tidak bisa belajar kalau berada di bawah tekanan (4) Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir. Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah: (1) meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa; (2) meraka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa.
Menurut Biehler (1971: 509-513) dan jarvis (1983: 106-108) Carl Rogers adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang menganjurkan perluasan penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang pembelajaran. Menurut pendapatnya, peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai diri mereka melalui kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah latihan sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif, hubungan masyarakat.
Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk membantu peserta belajar berbagai rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan interpersonal di antara mereka. Rogers menanamkan sistem tersebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar pada hakekatnya merupakan versi terakhir dari metode penemuan (discovery method).
Rogers mengemukakan adanya tiga unsur yang penting dalam belajar berpengalaman (experimental learning), yaitu:
a. Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan pemecahannya.
b. Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap terhadap masalah tersebut.
c. Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau tercetak.
Teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers, Javis mengemukakan bahwa teori tersebut mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi, didasarkan atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar berpengalaman ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan kebutuhan belajar yang bermakna baginya.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial (experiential learning) (Asri Budiningsih, 2005: 77).
2. Robert M. Gagne
Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang dewasa terutama yang berkaitan dengan kondisi belajar. Menurutnya ada delapan hierarki tipe belajar seperti diuraikan sebagai berikut:
Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
Belajar Stimulus Respon; belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant Conditioning, yang responnya berbentuk ganjaran. Dua tipe berikutnya adalah rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki.
Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan
Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning).
Diskriminasi Berganda; dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus.
Belajar Konsep; adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolesence). Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep.
Belajar Aturan; merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat, merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne.
Pemecahan Masalah; Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap situasi problematik.
3. Paulo Freire
Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang pendidikan orang dewasa. Menurut Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization yang terdapat tiga prinsip:
a. Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga,
b. Tak seorang pun yang belajar sendiri,
c. Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka.
Gagasan ini memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan analisis kritis mengenali lingkungannya, untuk memperdalam persepsi diri mereka dalam hubungannya dengan lingkungannya dan untuk membina kepercayaan terhadap kemampuan sendiri dalam hal kreativitas kapablitasnya untuk melakukan tindakan. Fasilitator dan peserta belajar hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses pengembangan fasilitator dan peserta belajar.
4. Jack Mezirow
Mezirow adalah Teacher College Universitas Columbia, beliau mengemukakan: “Belajar dalam kelompok pada umumnya merupakan alat yang paling efektif untuk menimbulkan perubahan dalam sikap dan perilaku individu”.
Mezirow berpendapat bahwa pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi budaya penjajah, namun ia melihat kemerdekaan dari perspektif yang lebih bersifat psikologis, dan kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengubah realita masyarakat.
Keinginan belajar terjadi sebagai akibat dari refleksi pengalaman, dan ia menyatakan adanya perbedaan tingkatan refleksi, menetapkan perbedaan refleksi dan menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam masa kedewasaan, yaitu:
a. Refleksivitas: kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku
b. Refleksivitas Afektif: kesadaran akan bagaimana individu merasa tentang apa yang dirasakan, dipikirkan atau dilakukan.
c. Refleksivitas Diskriminasi: menilai kemanjuran (efficacy) persepsi, dll.
d. Refleksivitas Pertimbangan: membuat dan menjadikan sadar akan nilai pertimbangan yang dikemukakan.
e. Refleksivitas Konseptual: menilai kememadaian konsep yang digunakan untuk pertimbangan.
f. Refleksivitas Psikis: pengenalan kebiasaan membuat penilaian perasaan
Mengenai dasar informasi terbatas.
g. Refleksivitas Teoritis: kesadaran akan mengapa satu himpunan perspektif lebih atau kurang memadai untuk menjelaskan pengalaman personal.
5. Malcolm Knowles
Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut. Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk membantu orang dewasa belajar. Knowles (1970) andragogi-concepts/mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.
Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya. http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/15/ Kempat asumsi dasar itulah yang dipakai sebagai pembandingan antara konsep pedagogi dan andragogi
Lebih rinci Knowles menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang dewasa dengan belajar bagi anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka. Menurut Knowles, ada empat asumsi utama yang membedakan antara andragogi dan pedagogi, yaitu:
♦ Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebesan yang lebih bersifat pengarahan diri.
♦ Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman
♦ Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang permasalahan yang kini mereka hadapi dan anggap relevan
♦ Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subjek.
Knowles membedakan orientasi belajar antara anak-anak dengan orang dewasa, dilihat dari segi perspektif waktu yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perbedaan manfaat yang mereka harapkan dari belajar.
Anak-anak berkecenderungan belajar untuk memiliki kemampuan yang kelak dibutuhkan untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan/ perguruan tinggi, yang memungkinkan mereka memasuki alam kehidupan yang bahagia dan produktif dalam masa kedewasaan.
Orang dewasa cenderung memilih kegiatan belajar yang dapat segera diaplikasikan, baik pengetahuan maupun keterampilan yang dipelajari. Bagi orang dewasa, pendidikan orang dewasa pada hakekatnya adalah proses peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialami sekarang. (Mappa, 1994: 114)
Aplikasi Teori Andragogi dalam Kegiatan Belajar dan Pembelajaran
Permasalahan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran.
Secara jelas Knowles (1979: 11-27 ) menyatakan apabila warga belajar telah berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan.
Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar.
Bagi tenaga kependidikan luar sekolah, teori belajar orang dewasa tidak hanya diketahui, tetapi harus dapat diaplikasikan dalam setiap kegiatan belajar dan membelajarkan agar proses atau interaksi belajar yang dikelolanya dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Berikut akan dikemukakan karakteristik dari setiap kegiatan belajar secara teori belajar orang dewasa yang dapat diaplikasikan pada setiap tahap kegiatan belajar.
Penerapan Andragogi dalam performansi Tutor
Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan “pemaksa” untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.
Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.
Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu (1) bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri, (2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus ikhlas, (3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan (4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan.
Penerapan Andragogi dalam Pengorganisasian Bahan Belajar
Pengorganisasian bahan belajar sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam mempelajarinya. Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran. Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan warga belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan kebutuhan warga belajar, dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara tutor dan warga belajar
Bahan belajar yang berisi pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan disampaikan oleh tutor kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari oleh warga dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas pertimbangan sejauh mana peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian perilaku warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi itu pun akan mempengaruhi pertimbangan tutor dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran.
Seorang tutor hendaknya mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan mempelajari bahan belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar warga belajar. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar adalah tingkat kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta, tingkat daya tarik bahan belajar, dan tingkat kebaharuan dan aktualisasi bahan.
Penerapan andragogi dalam Metode Pembelajaran
Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Kegiatan belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun praktek. ( Anonim: 2006)
Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.
Kegiatan belajar dan membelajarkan pada garis besarnya dapat dibedakan atas tahap-tahap:
1. Perumusan Tujuan Program
Tujuan program menyatakan domain tingkah laku serta tingkatan tingkah laku yang ingin dicapai sebagai hasil belajar. Selain dari itu warga belajar dapat memiliki kesiapan mental dalam mengikuti program kegiatan belajar yang akan dilaksanakan. Gagasan ini merupakan aplikasi dari hukum kesiapan mental dari Thorndike.
2. Pengembagan Alat Evaluasi dan Evaluasi Hasil Belajar
Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahap ini antara lain:
a. Pengembangan Kemamuan Pikir; merupakan teknik pengembangan kemampuan berpikir.
b. Hukum Efek; kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang menyenangkan seperti nilai yang baik, cenderung untuk diulangi dan ditingkatkan.
c. Penguatan; pujian ataupun teguran/peringatan diberikan sesegera mungkin dan secara konsisten. Warga belajar perlu mengetahui hasil tesnya agar ia terdorong untuk terdorong lagi, dapat menilai usaha belajarnya untuk menghadapi tes berikutnya.
d. Keputusan Penyajian; hasil evaluasi dijadikan dasar untuk mengambil keputusan apakah pelajaran dapat dilanjutkan atau perlu diselenggarakan penjelasan remedial atau mengulang kembali bagian-bagian yang dianggap sukar.
e. Hasil Evaluasi; merupakan balikan bagi fasilitator tentang efektivitas/ kemampuan penyajiannya. Juga merupakan balikan bagi warga belajar untuk mengetahui penguasaan terhadap bahan pelajaran.
3. Analisis Tugas Belajar dan Identifikasi Kemampuan Warga Belajar
Kemampuan yang ingin dicapai senagai tujuan pembelajaran, diurai (dianalisis) atas unsur-unsur yang telah diidentifikasi tersebut diseleksi sehingga hanya unsur-unsur yang belum dikuasai sajalah yang dipilih sebagai bahan pelajaran. Pada tahap ini juga diidentikkan karakteristik individual warga belajar seperti: kecerdasa/bakat, kebiasaan belajar, motivasi belajar, kemampuan awal dan kebutuhan warga belajar, terutama yang menyangkut kesulitan belajarnya.
Teori belajar yang relevan dengan kegiatan analisis tugas, antara lain ialah:
a. Teori Gestalt, meliputi:
· Hukum Pragmanz (penuh arti) yaitu pengelompokan objek sesuatu bahan pelajaran berdasaran kriteria atau kategori tertentu seperti: warna, bentuk, ukuran.
· Hukum kesamaan atau keteraturan: tugas-tugas yang unsur-unsurnya mempunyai kesamaan dan teratur, lebih mudah dipahami daripada yang berbeda dan tidak teratur.
b. Teori Medan
Belajar memecahkan masalah adalah pengembangan struktur kognitif.
4. Penyusunan Strategi Belajar-Membelajarkan
Strategi belajar-membelajarkan pada hakikatnya adalah rencana kegiatan belajar dan membelajarkan yang dipilih oleh fasilitator untuk dilaksanakan, baik oleh warga belajar maupun oleh sumber belajar dalam rangka usaha pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahap ini antara lain ialah:
Teori Bruner tentang cara mengorganisasikan batang tubuh ilmu yang dipelajari, urut-urutan pokok bahasan yang disajikan, teknik-teknik penyajian enaktif, ekonik dan simbolik.
Teori penyajian bahan verbal yang bermakna menurut Ausubel.
Penataan Situasi belajar yang menyangkut pengelolaan belajar dan kondisi belajar menurut Gagne.
Metode belajar pemecahan masalah dengan teknik: ramu pendapat, metode buku catatan kolektif dan metode papan bulletin kolektif.
Metode belajar/penyajian menemukan. Metode ini memudahkan transfer dan retensi, mempertinggi kemampuan memecahkan masalah serta mengandung morivasi intrinsik.
Perbedaan individu dalam hal kecepatan belajar warga belajar.
Pengaturan urutan-urutan penyajian bahan pelajaran menurut tingkat kesulitannya dari yang sederhana ke yang lebih sulit.
5. Pelaksanaan Kegiatan Belajar dan Membelajarkan
Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahapan ini antara lain ialah:
Hukum kesiapan. Menyiapkan mental warga belajar untuk mengikuti pelajaran baru dengan memberikan penjelasan singkat mengenai pengetahuan prasyarat untuk mengikuti pelajaran baru/hal-hal yang telah dipelajari dan berhubungan erat dengan pelajaran baru.
Penguatan dan Motivasi Belajar. Menjelaskan kegunaan/nilai praktis dari pelajaran baru dalam kehidupan dan penghidupan.
Proses Pensyaratan (conditioning). Memperlihatkan model hasil belajar terminal untuk memudahkan warga belajar mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru.
d. Hukum Unsur-Unsur yang Identik. Menstransfer pengalaman pemecahan masalah lainnya yang mempunyai persamaan. Menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru dalam berbagai situasi, kondisi dan posisi.
e. Metode Menemukan. Memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk melakukan sendiri keterampilan yang harus mereka pelajari, jadi bukan fasilitator sendiri yang melakukan.
f. Cara Menarik Perhatian. Mengaitkan kegiatan belajar dan membelajarkan dengan kebutuhan warga belajar, mengolah bahan pelajaran sebagai bahan perlombaan antar individu, kelompok, dan baris.
g. Karya Wisata. Pengalaman praktik lapangan ataupun di laboratorium dan bengkel, permainan peran, permainan atau perlombaan, merupakan pengalaman yang berkesan bagi warga belajar dan memungkinkan mereka lebih mudah mengingat konsep-konsep pengertian kunci dan sebagainya.
6. Pemantauan Hasil Belajar
Teori belajar orang dewasa yang erat hbubungannya dengan tahapan ini antara lain:
Hukum Latihan. Makin sering sesuatu pelajaran diulang makin dikuasai pelajaran itu.
Belajar lanjut (overlearning). Belajar lanjut 50% (150%) lebih lama daya tahannya dalam ingatan.
Revieu. Belajar dengan teknik revieu berkala lebih efektif daripada belajar terus-menerus tanpa revieu. (Mappa, 1994: 154).
Penutup
Andragogi adalah suatu model proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran, yang merupakan pengelompokan teori belajar berdasarkan usia dan kemampuan/persepsi berpikir untuk mengikuti proses belajar dalam pembelajaran.
Orang dewasa ialah mereka yang telah melewati masa remaja dan memiliki kematangan fisiologik dan psikologi untuk melakukan suatu kegiatan. Metode pembelajaran orang dewasa terdiri atas metode individual, kelompok, massal. Motivasi belajar orang dewasa ada dua: (1) Motivasi internal, yang timbul dari dalam diri orang dewasa, (2) Motivasi eksternal, yang berupa rangsangan yang datang dari luar dirinya. Belajar dapat diartikan perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Belajar tidak selalu mensyaratkan kehadiran pendidik (fasilitator) atau gurunya. Pembelajaran merupakan upaya sistematis untuk membantu orang dewasa atau mengendalikan sikap dan perilakunya yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Teori belajar orang dewasa tidak hanya diketahui, tetapi harus dapat diaplikasikan dalam setiap kegiatan belajar dan membelajarkan agar proses/interaksi belajar yang dikelolanya dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Referensi
Anonim. http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/15/ diakses tgl 10 Mei 2008
http://www.jugaguru.com/article/49/tahun/2006/bulan/10/tanggal/10/id/184/ Bagaimana Tutor dalam Penerapan Andragogi? Aplikasi Andragogi Dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal diakses tgl 10 Mei 2008
Beberapa karya di tanah air yang memperkenalkan konsep andrgagogi dalam pendidikan adalah oleh Lunandi (1984); Tamat (1985); Arif (1986), dan baru-baru ini oleh Suprijanto (2007).
Budiningsih, Asih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Hendayat. S. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran (teori, permasalahan dan praktik). Universitas Muhammadiyah Malang).
Knowles, Malcolm. 1979. The Adult Learning (thirt Edition), Houston, Paris, London, Tokyo: Gulf Publishing Company
Mappa, Syamsu. 1994. Teori belajar Orang Dewasa. Jakarta: Departemen P dan K
Sudjana, H.D. 2005. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production
Supriadi. 2006. Andragogi (Sebuah Konsep Teoritik) http://re-searchengines. com/0306supriadi.html Diakses Tgl 8 Meri 2008.
catatan: Sudah dimuat di Jurnal Inovasi
OPINI | 23 February 2011 | 05:51Dibaca: 11045 Komentar: 7 6 dari 6 Kompasianer menilai bermanfaat
Oleh: Halim Malik
Pendahuluan
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dirasakannya belajar sebagai suatu kebutuhan yang vital karena semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan yang melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tuntutan hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Dengan demikian belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi sepanjang usia manusia, sejak lahir hingga akhir hayatnya. (Syamsu Mappa, 1994: 1)
Banyak teori mengenai proses pembelajaran didasarkan pada rumusan pendidikan sebagai suatu proses transmisi budaya. Dari teori itu lahirlah istilah pedagogi yang diartikan sebagai suatu ilmu dan seni mengajar anak-anak. Perkembangan selanjutnya, istilah pedagogi tersebut berubah artinya menjadi ilmu dan seni mengajar.
Di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilitas penduduk, perubahan sistem ekonomi, politik dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 41 tahun. Apabila demikian, maka pendidikan sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak lagi dirumuskan sebagai upaya untuk mentransformasian pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai proses penemuan sepanjang hayat terhadap apa yang dibutuhkan untuk diketahui. (Zainudin Arif, 1984:1)
Dalam dua dekade terakhir, di kalangan ahli pendidikan orang dewasa telah berkembang baik di Eropa maupun di Amerika dan Asia suatu teori mengenai cara mengajar orang dewasa. Untuk membedakan dengan “pedagogi”, maka teori tersebut dikenal dengan nama “andragogi”. Istilah “andragogi” sebagai istilah teori filsafat pendidikan telah digunakan sejak tahun 1833 oleh Alexander Kapp bangsa Jerman yang bekerja sebagai guru sekolah grammar, istilah tersebut hilang dalam peredaran zaman. Tahun 1921 istilah tersebut dimunculkan kembali oleh Eugene Rosentock, seorang pengajar di akademik buruh Frankrut.
Sejak 1970-an istilah “andragogi” semakin banyak digunakan oleh pada pendidik orang dewasa di Eropa, Amerika dan Asia. Menjelang akhir abad ke-19 dan memasuki abad ke-20 beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimen tentang teori belajar walaupun pada waktu itu mereka menggunakan binatang sebagai objek eksperimen. Penggunaan binatang sebagai objek eksperimen berdasarkan pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa kesperimen itupun dapat pula berlaku bahkan lebih berhasil pada manusia, oleh karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Di antara ahli psikologi yang menggunakan binatang sebagai objek eksperimen adalah EL Thorndike (1974–1949), terkenal dengan teori belajar “Classical Conditioning” menggunakan anjing sebagai ujicoba. B.F. Skinner (1904), terkenal dengan teori belajar “Operant Conditioning” menggunakan tikus dan burung merpati sebagai ujicoba. Dari teori belajar orang dewasa ini muncul perspektif teori belajar orang dewasa yang biasa disebut dengan “Andragogi Theory of Adult Learning”. Teori andragogi menjelaskan bagaimana belajar orang dewasa dalam pembelajaran. Kedua komponen ini sangat berkaitan erat dengan proses belajar dan pembelajaran. Di antara ahli teori belajar dan pembelajaran orang dewasa ialah Care Rogers (1969), Paulo Freire (1972), Robert M. Gagne (1977), Malcolm Knowles (1980), Jack Mezirow (1981).
Dalam tulisan ini penulis ingin mengupas hal yang dianggap urgen pada teori belajar “andragogi” menyangkut Pengertian Andragogi, Teori Belajar Orang Dewasa dan Tokohnya serta Aplikasinya dalam Kegiatan Belajar dan Pembelajaran.
Pengertian Andragogi
Secara etimologis, andragogi berasal dari bahasa Latin “andros” yang berarti orang dewasa dan “agogos“ yang berarti memimpin atau melayani.
Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults learn). Berbeda dengan pedagogi karena istilah ini dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak (pedagogy is the science and arts of teaching children).
Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil.
Darkenwald dan Meriam (Sudjana, 2005: 62) memandang bahwa seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah melewati masa pendidikan dasar dan telah memasuki usia kerja, yaitu sejak umur 16 tahun. Dengan demikian orang dewasa diartikan sebagai orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Namun kedewasaan seseorang akan bergantung pula pada konteks sosio-kulturalnya. Kedewasaan itupun merupakan suatu gejala yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan untuk menjadi dewasa. Istilah “andogogi” berasal dari “andr” dan “agogos” berarti memimpin, mengamong, atau membimbing.
Dugan Laird (Hendayat S., 2005: 135) mengatakan bahwa andragogi mempelajari bagaimana orang dewasa belajar. Laird yakin bahwa orang dewasa belajar dengan cara yang secara signifikan berbeda dengan cara-cara anak dalam memperoleh tingkah laku baru.
Andragogi adalah suatu model proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik. Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa. untuk itu pendidik hendaknya mampu membantu peserta didik untuk: (a) mendefinisikan kebutuhan belajarnya, (b) merumuskan tujuan belajar, (c) ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajar, dan (d) berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil kegiatan belajar. Dengan demikian setiap pendidik harus melibatkan peserta didik seoptimal mungkin dalam kegiatan pembelajaran.
Prosedur yang perlu ditempuh oleh pendidik sebagaimana dikemukakan Knowles (1986) adalah sebagai berikut: (a) menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar melalui kerjasama dalam merencanakan program pembelajaran, (b) menemukan kebutuhan belajar, (c) merumuskan tujuan dan materi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan belajar, (d) merancang pola belajar dalam sejumlah pengalaman belajar untuk peserta didik, (e) melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan metode, teknik dan sarana belajar yang tepat dan (f) menilai kegiatan belajar serta mendiagnosis kembali kebutuhan belajar untuk kegiatan pembelejaran selanjutnya. Inti teori andragogi adalah teknologi keterlibatan diri (ego) peserta didik. Artinya kunci keberhasilan daam proses pembelajaran peserta didik terletak pada keterlibatan diri mereka dalam proses pembelajaran (Sudjana, 2005: 63).
Teori Belajar Orang Dewasa dan Tokohnya
1. Carl Rogers
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “ Student-Centered Learning” yang intinya yaitu: (1) kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya; (2) Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya; (3) Manusia tidak bisa belajar kalau berada di bawah tekanan (4) Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir. Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah: (1) meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa; (2) meraka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa.
Menurut Biehler (1971: 509-513) dan jarvis (1983: 106-108) Carl Rogers adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang menganjurkan perluasan penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang pembelajaran. Menurut pendapatnya, peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai diri mereka melalui kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah latihan sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif, hubungan masyarakat.
Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk membantu peserta belajar berbagai rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan interpersonal di antara mereka. Rogers menanamkan sistem tersebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar pada hakekatnya merupakan versi terakhir dari metode penemuan (discovery method).
Rogers mengemukakan adanya tiga unsur yang penting dalam belajar berpengalaman (experimental learning), yaitu:
a. Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan pemecahannya.
b. Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap terhadap masalah tersebut.
c. Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau tercetak.
Teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers, Javis mengemukakan bahwa teori tersebut mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi, didasarkan atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar berpengalaman ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan kebutuhan belajar yang bermakna baginya.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial (experiential learning) (Asri Budiningsih, 2005: 77).
2. Robert M. Gagne
Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang dewasa terutama yang berkaitan dengan kondisi belajar. Menurutnya ada delapan hierarki tipe belajar seperti diuraikan sebagai berikut:
Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
Belajar Stimulus Respon; belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant Conditioning, yang responnya berbentuk ganjaran. Dua tipe berikutnya adalah rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki.
Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan
Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning).
Diskriminasi Berganda; dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus.
Belajar Konsep; adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolesence). Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep.
Belajar Aturan; merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat, merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne.
Pemecahan Masalah; Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap situasi problematik.
3. Paulo Freire
Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang pendidikan orang dewasa. Menurut Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization yang terdapat tiga prinsip:
a. Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga,
b. Tak seorang pun yang belajar sendiri,
c. Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka.
Gagasan ini memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan analisis kritis mengenali lingkungannya, untuk memperdalam persepsi diri mereka dalam hubungannya dengan lingkungannya dan untuk membina kepercayaan terhadap kemampuan sendiri dalam hal kreativitas kapablitasnya untuk melakukan tindakan. Fasilitator dan peserta belajar hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses pengembangan fasilitator dan peserta belajar.
4. Jack Mezirow
Mezirow adalah Teacher College Universitas Columbia, beliau mengemukakan: “Belajar dalam kelompok pada umumnya merupakan alat yang paling efektif untuk menimbulkan perubahan dalam sikap dan perilaku individu”.
Mezirow berpendapat bahwa pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi budaya penjajah, namun ia melihat kemerdekaan dari perspektif yang lebih bersifat psikologis, dan kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengubah realita masyarakat.
Keinginan belajar terjadi sebagai akibat dari refleksi pengalaman, dan ia menyatakan adanya perbedaan tingkatan refleksi, menetapkan perbedaan refleksi dan menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam masa kedewasaan, yaitu:
a. Refleksivitas: kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku
b. Refleksivitas Afektif: kesadaran akan bagaimana individu merasa tentang apa yang dirasakan, dipikirkan atau dilakukan.
c. Refleksivitas Diskriminasi: menilai kemanjuran (efficacy) persepsi, dll.
d. Refleksivitas Pertimbangan: membuat dan menjadikan sadar akan nilai pertimbangan yang dikemukakan.
e. Refleksivitas Konseptual: menilai kememadaian konsep yang digunakan untuk pertimbangan.
f. Refleksivitas Psikis: pengenalan kebiasaan membuat penilaian perasaan
Mengenai dasar informasi terbatas.
g. Refleksivitas Teoritis: kesadaran akan mengapa satu himpunan perspektif lebih atau kurang memadai untuk menjelaskan pengalaman personal.
5. Malcolm Knowles
Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut. Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk membantu orang dewasa belajar. Knowles (1970) andragogi-concepts/mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.
Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya. http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/15/ Kempat asumsi dasar itulah yang dipakai sebagai pembandingan antara konsep pedagogi dan andragogi
Lebih rinci Knowles menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang dewasa dengan belajar bagi anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka. Menurut Knowles, ada empat asumsi utama yang membedakan antara andragogi dan pedagogi, yaitu:
♦ Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebesan yang lebih bersifat pengarahan diri.
♦ Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman
♦ Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang permasalahan yang kini mereka hadapi dan anggap relevan
♦ Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subjek.
Knowles membedakan orientasi belajar antara anak-anak dengan orang dewasa, dilihat dari segi perspektif waktu yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perbedaan manfaat yang mereka harapkan dari belajar.
Anak-anak berkecenderungan belajar untuk memiliki kemampuan yang kelak dibutuhkan untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan/ perguruan tinggi, yang memungkinkan mereka memasuki alam kehidupan yang bahagia dan produktif dalam masa kedewasaan.
Orang dewasa cenderung memilih kegiatan belajar yang dapat segera diaplikasikan, baik pengetahuan maupun keterampilan yang dipelajari. Bagi orang dewasa, pendidikan orang dewasa pada hakekatnya adalah proses peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialami sekarang. (Mappa, 1994: 114)
Aplikasi Teori Andragogi dalam Kegiatan Belajar dan Pembelajaran
Permasalahan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran.
Secara jelas Knowles (1979: 11-27 ) menyatakan apabila warga belajar telah berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan.
Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar.
Bagi tenaga kependidikan luar sekolah, teori belajar orang dewasa tidak hanya diketahui, tetapi harus dapat diaplikasikan dalam setiap kegiatan belajar dan membelajarkan agar proses atau interaksi belajar yang dikelolanya dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Berikut akan dikemukakan karakteristik dari setiap kegiatan belajar secara teori belajar orang dewasa yang dapat diaplikasikan pada setiap tahap kegiatan belajar.
Penerapan Andragogi dalam performansi Tutor
Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan “pemaksa” untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.
Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.
Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu (1) bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri, (2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus ikhlas, (3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan (4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan.
Penerapan Andragogi dalam Pengorganisasian Bahan Belajar
Pengorganisasian bahan belajar sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam mempelajarinya. Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran. Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan warga belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan kebutuhan warga belajar, dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara tutor dan warga belajar
Bahan belajar yang berisi pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan disampaikan oleh tutor kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari oleh warga dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas pertimbangan sejauh mana peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian perilaku warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi itu pun akan mempengaruhi pertimbangan tutor dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran.
Seorang tutor hendaknya mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan mempelajari bahan belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar warga belajar. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar adalah tingkat kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta, tingkat daya tarik bahan belajar, dan tingkat kebaharuan dan aktualisasi bahan.
Penerapan andragogi dalam Metode Pembelajaran
Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Kegiatan belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun praktek. ( Anonim: 2006)
Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.
Kegiatan belajar dan membelajarkan pada garis besarnya dapat dibedakan atas tahap-tahap:
1. Perumusan Tujuan Program
Tujuan program menyatakan domain tingkah laku serta tingkatan tingkah laku yang ingin dicapai sebagai hasil belajar. Selain dari itu warga belajar dapat memiliki kesiapan mental dalam mengikuti program kegiatan belajar yang akan dilaksanakan. Gagasan ini merupakan aplikasi dari hukum kesiapan mental dari Thorndike.
2. Pengembagan Alat Evaluasi dan Evaluasi Hasil Belajar
Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahap ini antara lain:
a. Pengembangan Kemamuan Pikir; merupakan teknik pengembangan kemampuan berpikir.
b. Hukum Efek; kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang menyenangkan seperti nilai yang baik, cenderung untuk diulangi dan ditingkatkan.
c. Penguatan; pujian ataupun teguran/peringatan diberikan sesegera mungkin dan secara konsisten. Warga belajar perlu mengetahui hasil tesnya agar ia terdorong untuk terdorong lagi, dapat menilai usaha belajarnya untuk menghadapi tes berikutnya.
d. Keputusan Penyajian; hasil evaluasi dijadikan dasar untuk mengambil keputusan apakah pelajaran dapat dilanjutkan atau perlu diselenggarakan penjelasan remedial atau mengulang kembali bagian-bagian yang dianggap sukar.
e. Hasil Evaluasi; merupakan balikan bagi fasilitator tentang efektivitas/ kemampuan penyajiannya. Juga merupakan balikan bagi warga belajar untuk mengetahui penguasaan terhadap bahan pelajaran.
3. Analisis Tugas Belajar dan Identifikasi Kemampuan Warga Belajar
Kemampuan yang ingin dicapai senagai tujuan pembelajaran, diurai (dianalisis) atas unsur-unsur yang telah diidentifikasi tersebut diseleksi sehingga hanya unsur-unsur yang belum dikuasai sajalah yang dipilih sebagai bahan pelajaran. Pada tahap ini juga diidentikkan karakteristik individual warga belajar seperti: kecerdasa/bakat, kebiasaan belajar, motivasi belajar, kemampuan awal dan kebutuhan warga belajar, terutama yang menyangkut kesulitan belajarnya.
Teori belajar yang relevan dengan kegiatan analisis tugas, antara lain ialah:
a. Teori Gestalt, meliputi:
· Hukum Pragmanz (penuh arti) yaitu pengelompokan objek sesuatu bahan pelajaran berdasaran kriteria atau kategori tertentu seperti: warna, bentuk, ukuran.
· Hukum kesamaan atau keteraturan: tugas-tugas yang unsur-unsurnya mempunyai kesamaan dan teratur, lebih mudah dipahami daripada yang berbeda dan tidak teratur.
b. Teori Medan
Belajar memecahkan masalah adalah pengembangan struktur kognitif.
4. Penyusunan Strategi Belajar-Membelajarkan
Strategi belajar-membelajarkan pada hakikatnya adalah rencana kegiatan belajar dan membelajarkan yang dipilih oleh fasilitator untuk dilaksanakan, baik oleh warga belajar maupun oleh sumber belajar dalam rangka usaha pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahap ini antara lain ialah:
Teori Bruner tentang cara mengorganisasikan batang tubuh ilmu yang dipelajari, urut-urutan pokok bahasan yang disajikan, teknik-teknik penyajian enaktif, ekonik dan simbolik.
Teori penyajian bahan verbal yang bermakna menurut Ausubel.
Penataan Situasi belajar yang menyangkut pengelolaan belajar dan kondisi belajar menurut Gagne.
Metode belajar pemecahan masalah dengan teknik: ramu pendapat, metode buku catatan kolektif dan metode papan bulletin kolektif.
Metode belajar/penyajian menemukan. Metode ini memudahkan transfer dan retensi, mempertinggi kemampuan memecahkan masalah serta mengandung morivasi intrinsik.
Perbedaan individu dalam hal kecepatan belajar warga belajar.
Pengaturan urutan-urutan penyajian bahan pelajaran menurut tingkat kesulitannya dari yang sederhana ke yang lebih sulit.
5. Pelaksanaan Kegiatan Belajar dan Membelajarkan
Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahapan ini antara lain ialah:
Hukum kesiapan. Menyiapkan mental warga belajar untuk mengikuti pelajaran baru dengan memberikan penjelasan singkat mengenai pengetahuan prasyarat untuk mengikuti pelajaran baru/hal-hal yang telah dipelajari dan berhubungan erat dengan pelajaran baru.
Penguatan dan Motivasi Belajar. Menjelaskan kegunaan/nilai praktis dari pelajaran baru dalam kehidupan dan penghidupan.
Proses Pensyaratan (conditioning). Memperlihatkan model hasil belajar terminal untuk memudahkan warga belajar mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru.
d. Hukum Unsur-Unsur yang Identik. Menstransfer pengalaman pemecahan masalah lainnya yang mempunyai persamaan. Menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru dalam berbagai situasi, kondisi dan posisi.
e. Metode Menemukan. Memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk melakukan sendiri keterampilan yang harus mereka pelajari, jadi bukan fasilitator sendiri yang melakukan.
f. Cara Menarik Perhatian. Mengaitkan kegiatan belajar dan membelajarkan dengan kebutuhan warga belajar, mengolah bahan pelajaran sebagai bahan perlombaan antar individu, kelompok, dan baris.
g. Karya Wisata. Pengalaman praktik lapangan ataupun di laboratorium dan bengkel, permainan peran, permainan atau perlombaan, merupakan pengalaman yang berkesan bagi warga belajar dan memungkinkan mereka lebih mudah mengingat konsep-konsep pengertian kunci dan sebagainya.
6. Pemantauan Hasil Belajar
Teori belajar orang dewasa yang erat hbubungannya dengan tahapan ini antara lain:
Hukum Latihan. Makin sering sesuatu pelajaran diulang makin dikuasai pelajaran itu.
Belajar lanjut (overlearning). Belajar lanjut 50% (150%) lebih lama daya tahannya dalam ingatan.
Revieu. Belajar dengan teknik revieu berkala lebih efektif daripada belajar terus-menerus tanpa revieu. (Mappa, 1994: 154).
Penutup
Andragogi adalah suatu model proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran, yang merupakan pengelompokan teori belajar berdasarkan usia dan kemampuan/persepsi berpikir untuk mengikuti proses belajar dalam pembelajaran.
Orang dewasa ialah mereka yang telah melewati masa remaja dan memiliki kematangan fisiologik dan psikologi untuk melakukan suatu kegiatan. Metode pembelajaran orang dewasa terdiri atas metode individual, kelompok, massal. Motivasi belajar orang dewasa ada dua: (1) Motivasi internal, yang timbul dari dalam diri orang dewasa, (2) Motivasi eksternal, yang berupa rangsangan yang datang dari luar dirinya. Belajar dapat diartikan perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Belajar tidak selalu mensyaratkan kehadiran pendidik (fasilitator) atau gurunya. Pembelajaran merupakan upaya sistematis untuk membantu orang dewasa atau mengendalikan sikap dan perilakunya yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Teori belajar orang dewasa tidak hanya diketahui, tetapi harus dapat diaplikasikan dalam setiap kegiatan belajar dan membelajarkan agar proses/interaksi belajar yang dikelolanya dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Referensi
Anonim. http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/15/ diakses tgl 10 Mei 2008
http://www.jugaguru.com/article/49/tahun/2006/bulan/10/tanggal/10/id/184/ Bagaimana Tutor dalam Penerapan Andragogi? Aplikasi Andragogi Dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal diakses tgl 10 Mei 2008
Beberapa karya di tanah air yang memperkenalkan konsep andrgagogi dalam pendidikan adalah oleh Lunandi (1984); Tamat (1985); Arif (1986), dan baru-baru ini oleh Suprijanto (2007).
Budiningsih, Asih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Hendayat. S. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran (teori, permasalahan dan praktik). Universitas Muhammadiyah Malang).
Knowles, Malcolm. 1979. The Adult Learning (thirt Edition), Houston, Paris, London, Tokyo: Gulf Publishing Company
Mappa, Syamsu. 1994. Teori belajar Orang Dewasa. Jakarta: Departemen P dan K
Sudjana, H.D. 2005. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production
Supriadi. 2006. Andragogi (Sebuah Konsep Teoritik) http://re-searchengines. com/0306supriadi.html Diakses Tgl 8 Meri 2008.
catatan: Sudah dimuat di Jurnal Inovasi
Kamis, 21 Juni 2012
Apa yang membedakan antara pedagogi dengan andragogi? Kenapa sebaiknya paradigma pendidikan harus berubah dari pedagogi ke andragogi? Mahasiswa sering menanyakan hal ini, dan penting sekali basic pemahaman tentang hal ini diberikan kepada mereka. Mari kita lihat perbedaan mendasar dari kedua paradigma pendidikan tersebut.
Pertama, kita lihat dari sisi siswa atau pemelajar; dalam pedagogi, siswa sangat tergantung pada guru. Guru mengasumsikan dirinya bahwa ia bertanggung jawab penuh terhadap apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Gurulah yang mengevaluasi hasil belajar. Sementara dalam andragogi, siswa adalah mandiri (dialah yang mengarahkan dirinya untuk belajar apa dan bagaimana). Jadi, dialah yang bertanggung jawab atas belajarnya sendiri bukan guru, guru hanya sebatas fasilitator. Begitu pula dengan evaluasi, siswa penting sekali diberikan peluang yang cukup besar untuk melakukan evaluasi diri (self-assessment).
Kedua, kita lihat dari sisi peran pengalaman siswa atau pemelajar; dalam pedagogi, pengalaman guru yang lebih dominan. Siswa mengikuti aktifitas belajar, dimana ia sendiri tidak banyak mengalami sesuatu, kecuali sebagai peserta pasif. Sedangkan dalam andragogi, pemelajar mengalami sesuatu secara leluasa. Pengalaman menjadi sumber utama mengidnetifikasi penguasaan dirinya akan sesuatu. Satu sama lain saling berperan sebagai sumber belajar.
Ketiga, kita lihat dari sisi orientasi terhadap belajar; dalam pedagogi, dalam pedagogi pembelajaran dianggap sebagai proses perolehan suatu pengetahuan (mata ajar) yang telah ditentukan sebelumnya. Materi ajar telah diourutkan secara sistematis dan logis sesuai dengan topik-topik mata ajar. Sedangkan dalam andragogi sebaliknya. Pemelajar harus memiliki keinginan untuk menguasai suatu pengetahuan/keterampilan tertentu, atau pemecahan masalah tertentu yang dapat membuat ia sendiri puas. Pelajaran harus relevan dengan kebutuhan tugas nyata pemelajar itu sendiri. Mata ajar didasarkan atas situasi pekerjaan atau kebutuhan real pemelajar, bukan berdasarkan topik-topik tertentu yang sudah ditentukan.
Keempat, kita lihat dari sisi motivasip belajar; dalam pedagogi, motivasi datang secara eksternal, artinya disuruh atau dipaksa atau diwajibkan atau dituntut untuk mengikuti suatu pendidikan tertentu. dalam andragogi, motivasi lebih bersifat internal, datang dari diri sendiri sebagai wujud dari aktualisasi diri, penghagraan diri dan lain-lain
Begitulah karakteristik andragogi
menurut mbah Malcom Knowles (1984), dalam bukunya, “Self-directed Learning”. Andragogy memang merupakan teori orang dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa harus diajar dengan pendekatan andragogi seperti dijelaskan di atas. Namun demikian, menurut saya andragogi tidak hanya berlaku untuk orang dewasa, kalo ceritanya seperti di atas. Betul ga? untuk semua orang harusnya seperti itu, lebih bersifat student-centered daripada kebanyakan sistem pmbelajaran seperti saat ini yang cenderung masih bersifat teacher-centered learning.
Sumber Asli: http://fakultasluarkampus.net/2009/10/pedagogy-vs-andragogy/
Pertama, kita lihat dari sisi siswa atau pemelajar; dalam pedagogi, siswa sangat tergantung pada guru. Guru mengasumsikan dirinya bahwa ia bertanggung jawab penuh terhadap apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Gurulah yang mengevaluasi hasil belajar. Sementara dalam andragogi, siswa adalah mandiri (dialah yang mengarahkan dirinya untuk belajar apa dan bagaimana). Jadi, dialah yang bertanggung jawab atas belajarnya sendiri bukan guru, guru hanya sebatas fasilitator. Begitu pula dengan evaluasi, siswa penting sekali diberikan peluang yang cukup besar untuk melakukan evaluasi diri (self-assessment).
Kedua, kita lihat dari sisi peran pengalaman siswa atau pemelajar; dalam pedagogi, pengalaman guru yang lebih dominan. Siswa mengikuti aktifitas belajar, dimana ia sendiri tidak banyak mengalami sesuatu, kecuali sebagai peserta pasif. Sedangkan dalam andragogi, pemelajar mengalami sesuatu secara leluasa. Pengalaman menjadi sumber utama mengidnetifikasi penguasaan dirinya akan sesuatu. Satu sama lain saling berperan sebagai sumber belajar.
Ketiga, kita lihat dari sisi orientasi terhadap belajar; dalam pedagogi, dalam pedagogi pembelajaran dianggap sebagai proses perolehan suatu pengetahuan (mata ajar) yang telah ditentukan sebelumnya. Materi ajar telah diourutkan secara sistematis dan logis sesuai dengan topik-topik mata ajar. Sedangkan dalam andragogi sebaliknya. Pemelajar harus memiliki keinginan untuk menguasai suatu pengetahuan/keterampilan tertentu, atau pemecahan masalah tertentu yang dapat membuat ia sendiri puas. Pelajaran harus relevan dengan kebutuhan tugas nyata pemelajar itu sendiri. Mata ajar didasarkan atas situasi pekerjaan atau kebutuhan real pemelajar, bukan berdasarkan topik-topik tertentu yang sudah ditentukan.
Keempat, kita lihat dari sisi motivasip belajar; dalam pedagogi, motivasi datang secara eksternal, artinya disuruh atau dipaksa atau diwajibkan atau dituntut untuk mengikuti suatu pendidikan tertentu. dalam andragogi, motivasi lebih bersifat internal, datang dari diri sendiri sebagai wujud dari aktualisasi diri, penghagraan diri dan lain-lain
Begitulah karakteristik andragogi
menurut mbah Malcom Knowles (1984), dalam bukunya, “Self-directed Learning”. Andragogy memang merupakan teori orang dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa harus diajar dengan pendekatan andragogi seperti dijelaskan di atas. Namun demikian, menurut saya andragogi tidak hanya berlaku untuk orang dewasa, kalo ceritanya seperti di atas. Betul ga? untuk semua orang harusnya seperti itu, lebih bersifat student-centered daripada kebanyakan sistem pmbelajaran seperti saat ini yang cenderung masih bersifat teacher-centered learning.
Sumber Asli: http://fakultasluarkampus.net/2009/10/pedagogy-vs-andragogy/
Rabu, 13 Juni 2012
Bahan Pembelajaran
Andragogi; Pendidikan Orang Dewasa
HL | 02 May 2012 | 22:15Dibaca: 678 Komentar: 4 2 dari 3 Kompasianer menilai bermanfaat
Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Dalam kesempatan obrolan dengan orang yang lebih tua, sering kita jumpai kalimat, “Halah, saya ini sudah tua, sudah nggak paham kalau disuruh belajar”. Sehingga, banyak yang mengira bahwa orang dewasa sudah tidak potensial lagi untuk belajar, tapi kenyataannya tidaklah demikian. Orang dewasa masih berpotensi, tergantung pada metode yang diterapkan dalam belajar dan mengajar si orang dewasa tersebut.
Dalam kesempatan lain, mungkin pernah juga kita jumpai kalimat, “Halah, kamu ini masih kecil, tahu apa? Saya lebih paham”. Orang dewasa umumnya telah memiliki kematangan konsep dan berpengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah). Secara psikologis, memiliki kecenderungan ingin dipandang, dihargai dan diperlakukan sebagai pribadi yang independen telah mampu melaksanakan konsepnya itu. Orang dewasa merasa telah memiliki jatidiri dan telah menjadi “dirinya”. Karenanya, akan sulit bagi kita untuk merobohkan konsepnya yang telah tertanam bertahun-tahun, bila tidak disertai bukti dan cara pemberian pemahaman yang tepat atas konsepnya itu.
Dua paragraf di atas adalah contoh, sebagai dasar munculnya konsep mendidik orang dewasa yang dikenal dengan Andragogi, yaitu proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Semula cara mendidik orang dewasa disamakan dengan cara mendidik anak-anak di bangku pendidikan formal (pedagogi). Akan tetapi, terdapat perbedaan penting antara orang dewasa dan anak-anak, sehingga andragodi terpisah menjadi ilmu sendiri. Istilah andragogi ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, di tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles [wikipedia.com].
Dalam andragogi, mendidik bukan berarti menggurui, bukan mengisi mereka dengan pengetahuan tapi sebagai bentuk kerjasama saling meningkatkan pengetahuan, dan menempatkan orang dewasa sebagai subjek bukan objek. Andragogi mempelajari sifat fisik, psikis dan karakter orang dewasa.
Secara filosofis, Konfusius mengemukakan tiga hal penting terkait dengan fisik dan psikis manusia, antara lain : “saya dengar dan saya lupa, saya lihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya mengerti”. Artinya, mejadikan orang dewasa terlibat langsung secara fisik dan emosional akan memudahkan tersampaikannya pesan yang kita maksud.
Meskipun variatif dan cara mengekspresikan emosinya berbeda-beda, kelemahan orang dewasa adalah mudah tersinggung. Sangat penting untuk menjadikan orang dewasa jangan tersinggung dengan menghindari perilaku merendahkan, mengecewakan dan mempermalukan. Orang dewasa justru akan senang bila dimotivasi dan dibuat senang. Sikap menghargai ini, akan memudahkan masuknya pesan yang ingin disampaikan.
Orang dewasa tidak menyukai hal-hal teoritis dan cenderung menyukai sesuatu yang praktis sesuai peran sosialnya (pekerjaan, tanggung jawab, kebutuhan). Andragogi biasanya dimanfaatkan oleh profesi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti penyuluh, fasilitator, motivator, politikus dan profesi lain.
Barangkali secara personal kita pernah gagal mempengaruhi orang dewasa atau yang lebih dewasa dari usia kita, agar orang tersebut mau melakukan sesuatu. Kemungkinan jawabannya adalah kita belum memahami kondisi fisik, psikis dan karakter orang dewasa. Setelah memahami orang dewasa, penting juga bagi kita untuk belajar berinteraksi sesuai yang dikemukakan oleh James Borg dalam kutipan bukunya yang berjudul Buku Pintar Memahami Bahasa Tubuh, bahwa “bukan tentang apa yang anda katakan, tetapi bagaimana cara mengatakannya”.
HL | 02 May 2012 | 22:15Dibaca: 678 Komentar: 4 2 dari 3 Kompasianer menilai bermanfaat
Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Dalam kesempatan obrolan dengan orang yang lebih tua, sering kita jumpai kalimat, “Halah, saya ini sudah tua, sudah nggak paham kalau disuruh belajar”. Sehingga, banyak yang mengira bahwa orang dewasa sudah tidak potensial lagi untuk belajar, tapi kenyataannya tidaklah demikian. Orang dewasa masih berpotensi, tergantung pada metode yang diterapkan dalam belajar dan mengajar si orang dewasa tersebut.
Dalam kesempatan lain, mungkin pernah juga kita jumpai kalimat, “Halah, kamu ini masih kecil, tahu apa? Saya lebih paham”. Orang dewasa umumnya telah memiliki kematangan konsep dan berpengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah). Secara psikologis, memiliki kecenderungan ingin dipandang, dihargai dan diperlakukan sebagai pribadi yang independen telah mampu melaksanakan konsepnya itu. Orang dewasa merasa telah memiliki jatidiri dan telah menjadi “dirinya”. Karenanya, akan sulit bagi kita untuk merobohkan konsepnya yang telah tertanam bertahun-tahun, bila tidak disertai bukti dan cara pemberian pemahaman yang tepat atas konsepnya itu.
Dua paragraf di atas adalah contoh, sebagai dasar munculnya konsep mendidik orang dewasa yang dikenal dengan Andragogi, yaitu proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Semula cara mendidik orang dewasa disamakan dengan cara mendidik anak-anak di bangku pendidikan formal (pedagogi). Akan tetapi, terdapat perbedaan penting antara orang dewasa dan anak-anak, sehingga andragodi terpisah menjadi ilmu sendiri. Istilah andragogi ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, di tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles [wikipedia.com].
Dalam andragogi, mendidik bukan berarti menggurui, bukan mengisi mereka dengan pengetahuan tapi sebagai bentuk kerjasama saling meningkatkan pengetahuan, dan menempatkan orang dewasa sebagai subjek bukan objek. Andragogi mempelajari sifat fisik, psikis dan karakter orang dewasa.
Secara filosofis, Konfusius mengemukakan tiga hal penting terkait dengan fisik dan psikis manusia, antara lain : “saya dengar dan saya lupa, saya lihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya mengerti”. Artinya, mejadikan orang dewasa terlibat langsung secara fisik dan emosional akan memudahkan tersampaikannya pesan yang kita maksud.
Meskipun variatif dan cara mengekspresikan emosinya berbeda-beda, kelemahan orang dewasa adalah mudah tersinggung. Sangat penting untuk menjadikan orang dewasa jangan tersinggung dengan menghindari perilaku merendahkan, mengecewakan dan mempermalukan. Orang dewasa justru akan senang bila dimotivasi dan dibuat senang. Sikap menghargai ini, akan memudahkan masuknya pesan yang ingin disampaikan.
Orang dewasa tidak menyukai hal-hal teoritis dan cenderung menyukai sesuatu yang praktis sesuai peran sosialnya (pekerjaan, tanggung jawab, kebutuhan). Andragogi biasanya dimanfaatkan oleh profesi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti penyuluh, fasilitator, motivator, politikus dan profesi lain.
Barangkali secara personal kita pernah gagal mempengaruhi orang dewasa atau yang lebih dewasa dari usia kita, agar orang tersebut mau melakukan sesuatu. Kemungkinan jawabannya adalah kita belum memahami kondisi fisik, psikis dan karakter orang dewasa. Setelah memahami orang dewasa, penting juga bagi kita untuk belajar berinteraksi sesuai yang dikemukakan oleh James Borg dalam kutipan bukunya yang berjudul Buku Pintar Memahami Bahasa Tubuh, bahwa “bukan tentang apa yang anda katakan, tetapi bagaimana cara mengatakannya”.
Sabtu, 09 Juni 2012
TUGAS MINI PROYEK T.A 2011/2012
Nama-nama anggota kelompok
Ø Paras Wantrika Situmorang (111301090)
TOPIK :
JUDUL:
Peran Teknologi,
Khususnya Internet sebagai Media Belajar pada Mahasiswa
LATAR BELAKANG
Teknologi
sering dikaitkan dengan adanya komputer. Komputer sangat erat kaitannya dengan
internet. Internet adalah inti dari komunikasi melalui komputer. Sistem
internet terdiri dari ribuan jaringan komputer yang saling terhubung di seluruh
dunia, menyediakan berbagai informasi tak terhingga yang dapat diakses
orang-orang dari berbagai kalangan. Pada banyak kasus, internet menyediakan
informasi yang lebih up-date dibanding
buku teks (text book).
Melihat
fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, apalagi memasuki era globalisasi yang
semakin jelas di depan mata, internet juga kian marak sebagai salah satu media
yang sangat diminati oleh orang-orang dari berbagai kalangan dan umur. Hal ini
jugalah yang membuat kami tertarik untuk
melihat sejauh mana internet telah mempengaruhi kehidupan mahasiswa khususnya.
Mahasiswa
dewasa ini tumbuh di dunia yang jauh berbeda dengan di masa ketika orangtua dan
kakek nenek mereka masih menjadi seorang pelajar. Sebagai orang-orang yang khusus
akan diterjunkan dalam dunia kerja, mahasiswa sangat perlu menguasai teknologi
apalagi intenet yang sudah sangat umum, bahkan sangat diperlukan dalam dunia
kerja. Jika seseorang ingin terjun dalam dunia kerja, mau tak mau teknologi
juga harus sudah melekat juga dalam dirinya.
Teknologi,
khususnya merupakan salah satu tema yang penting dalam pendidikan saat ini.
Artinya setiap pelajar memang sudah dituntut untuk menguasai teknologi
khususnya internet jika ingin bertahan pada era globalisasi yang semakin marak
ini.
Dalam
kesempatan kali ini, kami mengadakan survey untuk melihat sudah sejauh mana
internet mempengaruhi kehidupan mahasiswa, khususnya di Medan. Kami ingin apa
sebenarnya pengaruh internet tersebut secara langsung dalam kehidupan
mahasiswa, dan apa tanggapan mereka terhadap penggunaan internet yang sudah
semakin marak.
LANDASAN
TEORI
Teknologi berasal dari istilah
teckne yang berarti seni (art) atau keterampilan. Menurut Dictionary of
Science, teknologi adalah penerapan pengetahuan teoritis pada masalah-masalah
praktis.
Untuk membatasi pengertian teknologi yang luas, maka pengertian teknologi
dapat dikelompokan sebagai berikut :
- Teknologi sebagai barang buatan
Tidak ada manusia yang sempurna, semua pasti memiliki kelemahan. Kelemahan yang ada pada diri manusia itu kemudian diminimalisir dengan adanya teknologi agar kelemahan yang dimiliki manusiapun menjadi sedikit berkurang. Tetapi barang-barang buatan tidak hanya terbatas pada kelemahan manusia saja tetapi sesuatu yang tadinya belum terpikirkan.
- Teknologi sebagai kegiatan manusia
Kegiatan manusia tidak lepas dari kegiatan membuat dan menggunakan. Kegiatan manusia itu merupakan bentuk dari teknologi itu sendiri.
- Teknologi sebagai kumpulan pengetahuan
Kegiatan membuat dan menggunakan pasti tidak akan lepas dari ilmu membuat (produk) dan ilmu menggunakan (komsumsi). Ilmu tersebut merupakan kumpulan dari pengetahuan yang didapat manusia dari berbagai sumber.
- Teknologi sebagai kebulatan sistem
Pembahasan yang bulat dan menyeluruh akan tercapai kalau teknologi ditinjau sebagai suatu sistem. Ini berarti teknologi dibahas sebagai suatu kebulatan unsur-unsur yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam lingkungan sistem itu sendiri.
Internet dapat diartikan sebagai
jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yaitu menghubungkan pemakai
komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya
terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang
dinamis dan interaktif.
Teknologi informasi, khususnya internet menjadi media
yang penting saat ini. Internet banyak digunakan dalam berbagai bidang. Teknologi
informasi memiliki peranan : (1) dapat menggantikan peran manusia, dalam hal
ini dapat melakukan otomasi terhadap tugas atau proses; (2) memperkuat peran
manusia, yakni dengan menyajikan informasi terhadap suatu tugas dan proses; (3)
berperan dalam restrukturissi terhadap peran manusia, dalam melakukan
perubahan-perubahan terhadap kumpulan tugas dan proses.
Kemudahan–kemudahan yang ditawarkan internet membuat
banyak orang tertarik untuk menggunakannya. kehadiran internet menjadi
kebutuhan dalam dunia pendidikan saat ini. Internet tidak hanya digunakan dalam
proses pembelajaran di kelas, namun juga mulai digunakan di berbagai registrasi
dalam dunia pendidikan. Hal ini membuat
internet semakin dekat dengan dunia pendidikan.
Pergeseran yang terjadi saat ini adalah berpindahnya
pusat pembelajaraan dari teacher center menjadi student center. Hal ini membuat
kebutuhan akan internet semakin meningkat. Internet saat ini telah menjadi
media pembelajaran bagi mahasiswa khususnya. Berbagai bentuk
aplikasi dan fasilitas yang tersedia di internet dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk peningkatan kualitas dan mutu pembelajaran. Internet memungkinkan
seorang mahasiswa untuk memperoleh informasi yang lebih luas bagi seorang
mahasiswa sebelum pembelajaran di kelas diadakan.
Internet sangat efektif untuk dijadikan sebagai media
pembelajaran karena menyediakan akses yang sangat luas. Media yang baik adalah
media yang mampu memberi akses yang luas. Semakin luas jangkauan sebuah media
pembelajaran maka akan semakin baik sebuah pembelajaran itu. Semakin banyak
informasi yang kita peroleh tentang sesuatu maka akan semakin baik pemahaman
kita terhadapnya.
Internet juga sangat penting dalam peningkatan kualitas
pendidikan tinggi. Dalam melakukan peningkatan kualitas pendidikan ada beberapa
hal yang dapat dilakukan yaitu: peningkatan kompetensi
dosen, peningkatan muatan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan penilaian
hasil belajar, peningkatan bekal ketrampilan mahasiswa, penyediaan bahan ajar
yang memadai, dan penyediaan sarana belajar. Internet akan sangat membantu dalam peningkatan sumber
belajar bagi mahasiswa juga membantu menyediakan bahan ajar bagi para pengajar.
Keterbatasan bahan di perpustakaan dapat diatasi dengan penggunaan internet.
Kebutuhan yang begitu besar akan internet menuntut
ketrampilan lebih dari mahasiswa untuk menguasai internet. Adanya ketrampilan
memanfaatkan internet dengan tepat akan sangat membantu mahasiswa dalam
menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih cepat.
TUJUAN
PENELITIAN
Adapun
tujuan kami melakukan penelitian ini adalah:
·
Untuk mengetahui seberapa besar internet
mempengaruhi kehidupan mahasiswa
·
Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan
oleh internet terhadap mahasiswa
·
Untuk mengetahui perbandingan minat
mahasiswa dengan melibatkan pembelajaran dengan menggunakan internet
·
Untuk mengetahui sikap mahasiswa
terhadap penggunaan internet
SASARAN/
OBJEK OBSERVASI
Mahasiswa/i yang sedang menjalani perkuliahan
di Medan
Penjelasan
Objek atau Subjek
Objek yang kami pilih pada
penelitian ini adalah mahasiswa/i dari berbagai universitas di Medan. Adapun
alasan kami memilih objek yaitu mahasiswa/i yang ada di Medan, agar lokasi survey
tidak terlalu luas sehingga bisa menimbulkan bias. Jika lokasi survey adalah
mahasiswa di Medan, maka pengambilan data dan penarikan kesimpulan lebih bisa
dipertanggungjawabkan.
ALAT
DAN BAHAN:
Dalam melakukan survey ini, kami
akan memerlukan:
·
Kuisioner
Kuisioner
kami gunakan sebagai alat pengambilan data
·
Alat tulis
Alat
tulis kami gunakan sebagai alat untuk mencatat hasil survey
·
Kalkulator
Kalkulator
kami gunakan untuk mempermudah penghitungan data
·
Kamera
Kamera
kami gunakan untuk pengambilan gambar objek yang relevan dengan penelitian
ANALISIS
DATA
Analisis data yang kami gunakan
dalam penelitian ini adalah dengan metode survey berupa pengisian kuisioner,
baik yang online maupun dalam bentuk edaran berupa kertas. Survey kami terdiri
atas 25 buah pernyataan dengan tiga pilihan jawaban yaitu sesuai, netral, dan
tidak sesuai untuk melihat sejauh mana internet telah mempengaruhi kehidupan
mahasiswa secara individu.
Adapun pernyataan yang kami buat
untuk melakukan survey ini adalah:
·
Saya memiliki alat teknologi yang bisa digunakan untuk mengakses jaringan
internet (handphone, laptop, smartphone, tablet)
Sesuai :
81%
Netral :14%
Tidak sesuai :5%
·
Saya memiliki modem untuk dapat
mengakses internet
Sesuai :
70%
Netral :
9%
Tidak sesuai :
21%
·
Internet sangat membantu bagi mahasiswa,
terutama dengan tugas-tugas kuliah
Sesuai :
94%
Netral :
5%
Tidak sesuai :1%
·
Internet membuat media pembelajaran jauh
lebih menyenangkan dan fleksibel
Sesuai :
74%
Netral :
25%
Tidak sesuai :1%
·
Setiap hari saya pasti menggunakan
internet
Sesuai :
43%
Netral :
40%
Tidak sesuai :17%
·
Jika jaringan internet sedang
bermasalah, saya merasa sangat kesal
Sesuai :58%
Netral :38%
Tidak sesuai :4%
·
Saya sudah menggunakan teknologi
internet sejak duduk di bangku Sekolah Dasar
Sesuai :
5%
Netral :
18%
Tidak sesuai :77%
·
Saya lebih senang jika dosen memberikan
tugas dengan melibatkan penggunaan internet
Sesuai :31%
Netral :52%
Tidak sesuai :17%
·
Saya
senang dengan perubahan metode pembelajaran dewasa ini yang sudah banyak melibatkan
penggunaan internet
Sesuai :45%
Netral :51%
Tidak sesuai :4%
·
Internet memiliki pengaruh positif yang
lebih besar dibandingkan pengaruh negative
Sesuai :40%
Netral :49%
Tidak sesuai :11%
·
Tuntutan perkuliahan membuat saya harus
lebih sering mengakses internet
Sesuai :66%
Netral :30%
Tidak sesuai :4%
·
Saya lebih senang mengumpulkan tugas
lewat email
Sesuai :39%
Netral :44%
Tidak sesuai :17%
·
Saat sedang menggunakan internet untuk
kepentingan tugas, saya sering tergoda untuk membuka hal-hal lainnya (diluar
kepentingan tugas)
Sesuai :61%
Netral :32%
Tidak sesuai :7%
·
Internet merupakan media pelajaran yang
sangat membantu dan ekonomis
Sesuai :74%
Netral :22%
Tidak sesuai :4%
·
Jika website yang sangat saya senangi
ditutup, saya akan merasa sangat kesal
Sesuai :46%
Netral :41%
Tidak sesuai :13%
·
Sebelum masuk kuliah, saya selalu
browsing bahan yang relevan dengan topik
yang akan dipelajari di internet
Sesuai :14%
Netral :60%
Tidak sesuai :26%
·
Saya sangat mendukung adanya website
yang menyediakan layanan download gratis
Sesuai :85%
Netral :15%
Tidak sesuai :0%
·
Saya sering mengambil bahan kuliah yang
disediakan layanan website tertentu secara gratis
Sesuai :59%
Netral :35%
Tidak sesuai :6%
·
Selain mencari bahan kuliah, saya juga menggunakan
internet untuk mengakses hal-hal lainnya
Sesuai :77%
Netral :21%
Tidak sesuai :1%
·
Dibandingkan dengan untuk mencari
kepentingan kuliah, saya jauh lebih sering menggunakan internet untuk
kepentingan lain (seperti online jaringan sosial, main game, mendownload
lagu-lagu dan film)
Sesuai :39%
Netral :41%
Tidak sesuai :20%
·
Saya bisa mengatur diri saya kapan saat
harus menggunakan internet untuk kepentingan tugas/belajar dibandingkan dengan
menggunakan internet untuk hal lain (di luar kepentingan kuliah)
Sesuai :54%
Netral :41%
Tidak sesuai :5%
·
Saya sangat tergantung pada internet
Sesuai :13%
Netral :49%
Tidak sesuai :38%
·
Kampus saya menyediakan fasilitas yang
memungkinkan mahasiswa untuk mengakses layanan internet
Sesuai :88%
Netral :11%
Tidak sesuai :1%
·
Saya senang menghabiskan sebagian besar
waktu saya untuk menggunakan internet (>5 jam perminggu)
Sesuai :41%
Netral :45%
Tidak sesuai :14%
·
Ketika ada waktu senggang, internet
adalah pilihan terbaik
Sesuai :49%
Netral :42%
Tidak sesuai :9%
JADWAL
PERENCANAAN
Kegiatan
|
Mei
|
Juni
|
||||||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||||
Pemilihan Topik
|
×
|
|||||||||||
Penentuan Judul
|
×
|
|||||||||||
Mendiskusikan metode &
pelaksanaan observasi
|
×
|
|||||||||||
Pembuatan Pendahuluan dan Landasan
Teori
|
×
|
|||||||||||
Pelaksanaan survey
|
×
|
|||||||||||
Diskusi untuk menganalisis data
yang diperoleh
|
×
|
|||||||||||
Diskusi untuk membuat kesimpulan
akhir
|
×
|
|||||||||||
Pembuatan Poster
|
×
|
|||||||||||
Evaluasi
|
×
|
|||||||||||
Posting Blog
|
×
|
|||||||||||
KALKULASI
BIAYA
Mencetak
kuisioner dalam bentuk kertas Rp.
3.600,00
Memperbanyak
kuisioner (50 buah) Rp.
25.000,00
Reward
Rp.15.000,00
JADWAL
PELAKSANAAN
Kegiatan
|
Mei
|
Juni
|
||||||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||||
Pemilihan Topik
|
×
|
|||||||||||
Penentuan Judul
|
×
|
|||||||||||
Mendiskusikan metode &
pelaksanaan observasi
|
×
|
|||||||||||
Pembuatan Pendahuluan dan Landasan
Teori
|
×
|
|||||||||||
Pelaksanaan survey
|
×
|
|||||||||||
Diskusi untuk menganalisis data
yang diperoleh
|
×
|
|||||||||||
Diskusi untuk membuat kesimpulan
akhir
|
×
|
|||||||||||
Pembuatan Poster
|
×
|
|||||||||||
Evaluasi
|
×
|
|||||||||||
Posting Blog
|
×
|
|||||||||||
HASIL
SURVEY
Setelah
melaksanakan survey mengenai pengaruh internet terhadap mahasiswa, kami
mengetahui bagaimana sebenarnya pengaruh internet terhadap mahasiswa.
·
Jika
dibandingkan dengan fenomena pendidikan yang sekarang dengan sepuluh tahun yang
lalu, penggunaan media internet dan kebutuhan penggunaan internet meningkat
secara drastis
·
Sebagian
besar mahasiswa sudah memiliki alat teknologi yang dapat digunakan untuk
mengakses internet (seperti handphone, laptop, smartphone, dan tablet)
·
Internet
sangat membantu mahasiswa dalam pelaksanaan tugas-tugas kuliah apalagi dengan
biaya pengaksesan internet yang cukup ekonomis
·
Hampir
semua universitas sudah menyediakan layanan yang memungkinkan mahasiswa
mengakses layanan internet sehingga akan sangat memudahkan dan membantu
mahasiswa
·
Mahasiswa
cukup sering menggunakan internet untuk mengambil bahan kuliah, apalagi dengan
adanya layanan download gratis dari berbagai website yang semakin memudahkan
pengambilan informasi
·
Meskipun
internet juga memiliki pengaruh negatif yang besar, internet cenderung membawa
pengaruh positif terhadap mahasiswa karena mahasiswa sudah cukup mampu mengatur
kapan harus menggunakan internet untuk tugas kuliah dan kapan bisa digunakan
untuk hal-hal lainnya
·
Mahasiswa
memiliki stereotype yang positif mengenai perubahan metode belajar yang dewasa
ini sudah banyak melibatkan penggunaan internet
·
Selain
digunakan untuk kepentingan kuliah, internet juga sering digunakan mahasiswa
untuk mengakses hal-hal lainnya. Pada waktu senggang juga banyak mahasiswa yang
menggunakan waktunya untuk browsing internet. Hal ini menunjukkan bahwa
internet telah menjadi salah satu bagian yang sangat mempengaruhi kehidupan
mahasiswa
·
Internet
sudah merupakan suatu kebutuhan yang cukup penting bagi mahasiswa, apalagi
tuntutan penggunaan internet yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dari
banyaknya waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk menggunakan internet
KESIMPULAN
Setelah
melakukan penelitian berupa survey mengenai pengaruh internet terhadap
kehidupan mahasiswa, kami mengambil kesimpulan bahwa internet merupakan
kebutuhan yang sangat diperlukan oleh mahasiswa. Selain tuntutan perkuliahan,
cukup banyak informasi yang dapat diperoleh dari internet. Cukup banyak
mahasiswa yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menggunakan internet,
itu artinya internet sudah mempengaruhi sebagian besar kehidupan mahasiswa.
Internet
merupakan media pembelajaran yang sangat cocok bagi mahasiswa karena selain
ekonomis, internet juga dapat diakses dimanapun dan kapanpun. Mahasiswa juga
memiliki pandangan yang cukup positif terhadap perkembangan teknologi berupa
penggunaan internet tersebut.
EVALUASI
Kami meresa
sedikit lega setelah menyelesaikan tugas proyek mini ini. Dalam pelaksanaan
survey kami begitu banyak kendala yang kami hadapi. Terdapat beberapa
pelaksanaan yang tidak terlaksana sesuai jadwal pelaksanaan. Kami awalnya
mengalami kendela dalam menentukkan pelaksanaan observasi, kami kesulitan
memikirkan bagaimana pelaksanaannya. Kesulitan pertama karena kami harus
membuat kuisioner untuk mengumpulkan data, ditambah lagi kami melakukan
beberapa penundaan jadwal diskusi.
Keterlambatan kami dalam mempersiapkan pelaksanaan survey
akhirnya membuat kami harus mengundur tanggal pelaksanaan survey, padahal kami
membutuhkan waktu pelaksanaan yang tidak singkat. Masalah yang paling banyak
kami alami adalah dalam pembuatan kuisioner dan pengambilan data.
Meski jadwal perencanaan kami tidak sama dengan jadwal
pelaksanaan, kami tetap bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas proyek mini
ini. Semoga pelajaran yang kami peroleh dari pengalaman mengerjakan proyek ini
dapat kami manfaatkan sebaik mungkin dan memberi perbaikan bagi kami.
TESTIMONI
Menurut
kelompok kami tugas proyek mini ini merupakan tugas yang berat. Pelaksanaan
proyek ini jauh dari yang kami bayangkan. Begitu banyak kendala yang kami alami
dalam menyelesaikan tugas ini. Beberapa kali kami harus merubah metode pelaksanaan
hingga akhirnya kami harus mengubah seluruh konsep proyek kami.
Pada
awalnya kami ingin mengamati pendidikan anak berkebutuhan khusus, namun kami
mengalami kendala dalam menemukan tempat observasi yang sesuai. Terjadi
benturan dengan teman-teman yang mengambil topik yang sama. saat telah
menemukan tempat yang sesuai, kami harus menunggu konfirmasi dari SLB yang bersangkutan dalam
waktu yang cukup lama. Setelah sepakat untuk merubah konsep, kami membuat
perencanaan baru dan akhirnya terlaksanalah survey kami.
Pengalaman
membuat survey online sangat membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini. Ketika kami memilih untuk melaksanakan proyek
dengan metode survey , kami merasakan sesuatu yang berbeda. Dalam melaksanakan
tugas ini kami memperoleh pengalaman baru yang luar biasa, yang selama ini kami
hanya diminta untuk menjadi responden kini kami yang mencari responden. semua
ini memberi kami pengalaman yang tak terlupakan dan kami sangat bersyukur
dengan adanya penugasan ini.
Langganan:
Postingan (Atom)